Kvshodo: Bai'at

Bai'at


Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa pembahasan masalah baiat merupakan pembahasan yang luas dan panjang lebar. Dibutuhkan penjelasan tentang pengertian baiat menurut istilah yang biasa dikenal, berapa macam-macamnya, apa arti sebenarnya, apa yang dimaksud dengan baiat tersebut, apa hikmah yang terkandung dengan meletakkannya di atas manhaj ini, dengan apa baiat itu wajib, atas siapa baiat diwajibkan, syarat-syarat sempurnanya baiat, serta dengan apa baiat itu rusak.
Karena pembahasannya besar dan pelik sekali, maka kami akan meringkasnya pada dua permasalahan penting yang menjadikan kebingungan dan perselisihan yang dahsyat atas kaum muslimin, yaitu : "Kepada siapakah baiat itu wajib ? Apakah baiat itu boleh kepada setiap individu?". Adapun masalah-masalah yang lain bukan di sini tempatnya untuk membahasnya.
Kami mulai pembahasan ini dengan definisi baiat secara etimologi maupun terminologi. Baiat secara bahasa ialah berjabat tangan atas terjadinya jual beli, dan untuk berjanji setia dan taat. Baiat juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat "qad tabaa ya'uu 'ala al-amri" seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). Dan mempunyai arti : "shafaquu 'alaihi" (membuat perjanjian dengannya). Kata-kata "baaya'atahu" berasal dari kata "al-baiy'u" dan "al-baiy'ah" demikian pula kata "al-tabaaya'u". Dalam suatu hadits Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda. 'ala tubaa yi'uunii 'ala al-islami' "Maukah kalian membaiatku di atas Islam" Hadits di atas seperti suatu ungkapan dari suatu perjanjian. seakan-akan masing-masing dari keduanya menjual apa yang ada padanya dari saudaranya dengan memberikan ketulusan jiwa, ketaatan dan rahasianya kepada orang tersebut. Dan telah berulang-ulang penyebutan kata baiat di dalam hadits.
Bai'at secara istilah (terminologi) "Berjanji untuk taat". Seakan-akan orang yang berbaiat memberikan perjanjian kepada amir (pimpinan)nya untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya dan urusan-urusan kaum muslimin, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan perintah yang dibebankan atasnya baik dalam keadaan suka atau terpaksa.
Jika membaiat seorang amir dan mengikat tali perjanjian, maka manusia meletakkan tangan-tangan mereka pada tangannya (amir) sebagai penguat perjanjian, sehingga menyerupai perbuatan penjual dan pembeli, maka dinamakanlah baiat yaitu isim masdar dari kata baa 'a, dan jadilah baiat secara bahasa dan secara ketetapan syari'at.
Dan ba'iat itu secara syar'i maupun kebiasaan tidaklah diberikan kecuali kepada amirul mukminin dan khalifah kaum muslimin. Karena orang yang meneliti dengan cermat kenyataan yang ada baiat masyarakat kepada kepala negaranya, dia akan mendapati bahwa baiat itu terjadi untuk kepala negara.31 Dan pokok dari pembaiatan hendaknya setelah ada musyawarah dari sebagian besar kaum muslimin dan menurut pemilihan ahlul halli wal 'aqdi. Sedang baiat selainnya tidak dianggap sah kecuali jika mengikuti baiat mereka.
Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan/membicarakan tentang baiat, baik yang berisi aturan untuk berbaiat maupun ancaman bagi yang meninggalkannya.33 Berupa hadits-hadits yang sulit untuk menghitung maupun menelitinya. Tetapi yang disepakati ialah bahwa baiat yang terdapat di dalam hadits-hadits ialah baiat kolektif dan tidak diberikan kecuali kepada pemimpin muslim yang tinggal di bumi dan menegakkan khilafah (pemerintah) Islam sesuai dengan manhaj kenabian yang penuh dengan berkah.34
Dibawah ini saya bawakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang baiat secara ringkas.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang bejanji setia kepadamu, mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberi pahala yang besar" [Al-Fath : 10]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)" [Al-fath : 18]

Di dalam as-Sunnah, diantaranya.
"Artinya : Barangsiapa mati dan dilehernya tidak ada baiat, maka sungguh dia telah melepas ikatan Islam dari lehernya" [Dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu Umar]
"Artinya : Barangsiapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka putuslah ikatan yang lain tersebut" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Dawud dari Abdillah bin Amr bin Ash]
"Artinya : Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari keduanya" [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Sa'id]. Dan banyak lagi hadits-hadits yang lainnya.
Salah seorang imam yang agung, Ahmad bin Hanbal, imam Ahlu Sunnah wal-Jama'ah ditanya tentang riwayat dari hadits kedua yang tersebut di atas. Di dalamnya terdapat kata imam. Beliau menjawab :"Tahukah kamu, apakah imam itu ? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semuanya mengatakan : "Inilah imam", maka inilah makna imam"
Al-Imam Al-Qurthubi berkata  :"Adapun menegakkan dua atau tiga imam dalam satu masa dan dalam satu negeri, maka tidak diperbolehkan menurut ijma"
Kemudian setelah hilangnya kekhalifahan, terjadilah perbedaan yang sangat tajam tentang ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut. Doktor Abdul Muta'al Muhammad Abdul Wahid mengatakan : "Ketiadaannya imam adalah menjadi sebab munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim bahwa dirinyalah yang berhak dibaiat dan menjadi imam. Kelompok-kelompok ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang mendasar, yaitu :
  1. Kelompok pertama Mengatakan : "Sesungguhnya orang yang meninggalkan baiat adalah kafir". Lalu mereka menetapkan kepemimpinan bagi dirinya. Sedang orang yang tidak membaiatnya adalah kafir menurut pandangan mereka. Ucapan ini tidak benar, sebab Ali bin Abi Thalib -salah seorang yang diberi kabar akan masuk surga- beliau tiadak membaiat Abu Bakar selama kurang lebih setengah tahun, dan tidak seorang sahabatpun yang mengatakan tentang kekafirannya selama beliau meninggalkan baiat.
  2. Kelompok kedua Mengatakan :"Sesunguhnya baiat adalah wajib, barangsiapa yang meniggalkannya berarti dosa". Dari sinilah mereka menetapkan seorang amir bagi diri-diri mereka, sehingga gugurlah dosa-dosa tadi dari mereka ketika membaiatnya. Padahal yang benar adalah bahwa dosa meninggalkan baiat tidak menjadi gugur dengan cara membaiat amir tersebut. Karena baiat yang wajib dan berdosa orang yang meninggalkannya ialah baiat terhadap imam (pemimpin) muslim yang menetap di bumi dan menegakkan khhilafah Islamiyyah dengan syarat-syarat yang benar 
  3. Kelompok ketiga adalah mereka (kaum muslimin) yang tidak membaiat seorangpun Mereka mengatakan : "Sesungguhnya meninggalkan baiat adalah berdosa, tetapi baiat adalah hak seorang pemimpin muslim yang tinggal di bumi (walau) kenyataannya tidak ada di masa sekarang". Menurut keyakinanku, kelompok ketiga inilah yang berada di atas kebenaran"
Dan diantara hal yang menguatkan kebatilan baiat-baiat istitsnaiyyah (pengecualian) yang merupakan perkara baru tentang baiat kepada Amirul Mukminin -walaupun di kala tidak ada Amirul Mukminin- terdapat dalam keterangan para ulama rahimahullah, yaitu disyariatkan dalam baiat berkumpulnya Ahlul Halli wal Aqdi, lalu mereka membentuk keimanan bagi seorang yang memenuhi syarat-syaratnya.



Jadi yang dimaksud dengan baiat ialah, pemberian janji dari pihak pembaiat untuk mendengar dan taat kepada amir, baik di kala senang atau terpaksa di masa mudah atau sulit, tidak menentang perintahnya dan menyerahkan segala urusan kepadanya.41

Dari keterangan yang telah lewat, kita mendapatkan dua perkara yang penting, yaitu :
  1. Baiat tidak ada kecuali kepada Amirul Mukminin saja.
  2. Ketaatan (kepada Amirul Mukminin) muncul dari baiat yang hanya diberikan kepadanya saja. Oleh karena itu batal-lah42 semua baiat yang diberikan kepada seseorang (bukan Amirul Mukminin) bagaimanapun bentuknya, baik ketika ada imam atau tidak ada, ada seorang atau lebih.
Pada hakekatnya dasar pemikiran baiat yang dimiliki sebagian jama'ah-jama'ah Islam pada prinsipnya sesuai dengan syari'at Islam, karena mereka mengatakan di dalamnya : "Hendaknya kita berjanji setia kepada Allah untuk menjadi tentara dalam berdakwah kepada Islam dan di dalam baiat tersebut terdapat kehidupan negeri dan umat"43 Padahal ini adalah perjanjian yang diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atas semua kaum muslimin. Kemudian terjadilah sedikit "perkembangan" pemikiran dan organisasi pada orang-orang yang memberlakukan baiat terhadap diri-diri mereka, sehingga terjadilah kelompok/jamaah ikhwan membaiat pemimpin umum (al-mursid al-aam) sebagai orang yang dipercaya penuh dan didengar serta ditaati ketika suka atau terpaksa, sampai Allah memenangkan dakwahnya dan mengembalikan kemualiaan Islam.44 Kalau demikian terjadi keterjungkirbalikan dan kesalahan.
Sebagai buktinya diantara sistem kerja anggota baiat adalah taat baik di kala susah atau mudah, terpaksa atau suka kepada kepemimpinan yang muncul dari aturan-aturan yang dipegangi oleh jama'ah.45
Dua keterangan terakhir ini menjelaskan dengan gamblang bahwa baiat istitsnaiyyah yang tanpa dalil tersebut, tidak berbeda sedikitpun dengan baiat terhadap Amirul Mukminin. Tidak sebagaimana yang disangka oleh "sebagian orang" bahwa baiat tersebut hanya "sekedar janji"46 belaka !
Sebagai penambah keautentikan penjelasan tersebut ialah bahwa para pengikut Asy-Syaikh Hasan Al-Bana Rahimahullah menamainya dengan "Al-Imam". Padahal penamaan ini47 hanya bisa diperuntukkan bagi orang yang benar-benar imam. Karena diketahui bahwa al-ustadz Hasan Al-Banna tidak menyukai kepemimpinan dan mengetahui pula bahwa cinta kepada kepemimpinan dengan tujuan mencari kekuasaan mengakibatkan kejelekan bagi kaum muslimin pada sejarah mereka yang panjang, maka dia (Hasan Al-Banna -ed) menamai dirinya dengan mursyid dan tidak suka untuk menjadi pemimpin atau amir48
Karena semua itulah sebagian penulis mengatakan : "Sesungguhnya baiat yang diberikan kepada suatu jama'ah, tidaklah sama dengan baiat yang diberikan kepada Amirul Mukminin ketika tegak khilafah atau penguasa muslim. Karena dengan baiat tersebut perintah seorang penguasa menjadi wajib untuk ditaati, sampai pada masalah-masalah yang mudah jika terdapat kemaslahatan di dalamnya. Adapun baiat yang terdapat pada Ikhwan al-Muslimin (dan katakan seperti itu juga pada jama'ah-jama'ah Islam lainnya), maka tidak mempunyai sifat yang mewajibkan (untuk taat, -ed) dari sisi fikih"49
Untuk menjawab perkataan ini dari beberapa sisi.
  1. Tidak terdapat dalil atas pemisahan (baiat) ini dalam Al-Kitab dan As-Sunah.
  2. Sebelumnya telah saya nukilkan teks-teks dari ucapan Asy-Syaikh Hasan Al-Banna dan lainnya, dan tidak terdapat isyarat yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan di dalamnya terdapat isyarat kepada khilafah, tatkala menyebutkan "ketaatan yang mutlak"!!
  3. Penelitian terhadap keberadaan jama'ah-jama'ah Islam dan tingkah para pemimpin serta anggotanya, berlawanan dengan pernyataan di atas.50 Jika anda heran wahai saudaraku pembaca, maka lebih mengherankan lagi ucapan orang yang membantah ini yang menyatakan bahwa baiat tersebut tidak mempunyai sifat yang mewajibkan (untuk taat). Maka ucapan ini berarti membatalkan semua baiat dari akarnya. Hal ini diketahui dengan menjawab dua pertanyaan berikut ini.
  • Jika baiat tidak membuat adanya suatu kewajiban (untuk taat), lalu apa faedahnya?
  • Apakah di dalam syariat Islam ada amalan yang tidak ada faedahnya ? Orang yang mencari dan memperhatikan, kritis dan jeli akan mengetahui jawabannya !

  1. Baiat dengan berbagai macamnya tidak diberikan kecuali kepada khalifah kaum muslimin yang melaksananakan hukum-hukum dan menetapkan hukum had.
  2. Mendengar dan taat tidak ada kecuali bagi orang yang Allah memberikan perintah untuk menaatinya. Dan yang menjadi fokus pembahasan kita di sini adalah Amirul Mukmin saja!51
  3. Disebabkan oleh perbedaan kaum muslimin sekarang ini dalam memahami baiat dan tidak sepakatnya mereka di atas pemahaman yang syar'i dan benar tentang baiat, maka mereka saling bermusuhan, berpecah belah dan bersilang pendapat. Suatu kondisi yang akan menimbulkan penyimpangan di dalam beramal bersama hukum-hukum fikih. Begitu pula anggapan bahwa mereka adalah jama'atul muslimin, dapat menimbulkan kerusakan dan menghukumi kaum muslimin di luar lingkup mereka dengan hukum-hukum yang justru akan menjauhkan mereka dengan risalah yang sesunguhnya, karena celah-celah dakwah kepada Allah telah terkunci.52 Bukti semua itu (sebagai contoh) bahwa di New York saja terdapat lebih dari empat puluh kelompok yang menyeru kepada Islam, akan tetapi setiap jama'ah menyeru kepada Islam yang berbeda seruan Islamnya dengan yang lain.53 Atas dasar itulah, wajib bagi kita untuk benar-benar meyakini bahwa gejala munculnya banyak kelompok di dalam pergerakan Islam tidak mungkin dianggap sebagai gejala yang sehat, karena efeknya bagi perkembangan Islam negatif dan buruk. Sedang akibatnya akan menimbulkan kesulitan di antara para aktifis serta menyibukkan mereka sendiri yaitu ketika menghadapi gugurnya sebagian anggota dakwah dan beban-beban yang lainnya.54 Maka kenyataan yang dapat disaksikan bahwa keadaan para da'i pada masa sekarang ini adalah hasil dari perpecahan yang tajam dan menyakitkan ini, suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Bahkan suatu keadaan yang sangat menyedihkan yang tidak boleh terus berlarut-larut keadaannya. Dan setiap muslim bertanggung jawab untuk mengobati gejala ini, agar kaum muslimin kembali sebagaimana sebelumnya yaitu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan bagi mausia dan agar agama ini semuanya hanya untuk Allah.55
Tidak hanya dalam satu ayat saja dari kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala terdapat perintah untuk bersatu dan bermufakat serta larangan untuk berselisih dan berpecah belah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." [Ali-Imran : 105]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa" [Al-An'am : 153]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesunguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" [Al-Anfal : 46]

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tipa golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka" [Al-Mukminun : 53]

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mulia56, yang menerangkan dengan tegas tentang tidak bolehnya kaum muslimin berpecah belah di dalam agama mereka menjadi kelompok-kelompok dan hizb-hizb yang saling melaknat sebagian atas sebagian yang lain dan saling memerangi sebagian atas sebagian yang lain. Karena sesungguhnya perpecahan ini adalah termasuk perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Allah mencela orang yang mengada-adakannya atau mengikuti ahlinya, serta memberi ancaman bagi pelakunya dengan siksa yang pedih...


           Barangkali sebagian para da'i ada yang membantah hasil yang telah kita capai yaitu bahwa bai'at umum di dalam syari'at Islam tidak mungkin diberikan kecuali hanya kepada Amirul Mukminin saja. Seorang Amirul Mukminin yang memiliki kepantasan dan tanggung jawab, yang mampu untuk menegakkan agama dan melaksanakan hukum-hukumnya, menjalankan hukum sesuai syari'at, mengumumkan perang, cenderung kepada perdamaian dan lain sebagainya dari tugas-tugas yang khusus bagi Amirul Mukminin menurut pandangan Islam. Adapun celaan-celaan ditujukan pada siapa saja yang memberontak dan memisahkan diri dari jama'ah58, dan lain sebagainya tidak lain terjadi pada keadaan seperti ini (adanya Amirul Mukminin -ed)59
Sebagai penguat lagi bahwa baiat yang umum tidak mungkin diberikan kecuali hanya kepada pemimpin kaum muslimin, yang mampu mengumumkan perang, mengikat perdamaian dan menegakkan hukum-hukum had.60
Jadi, bahwa permasalahan ini adalah permasalahan yang pasti dan tegas tidak menerima basa-basi. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima dalam masalah tersebut kecuali kesungguhan yang sangat, suatu kesungguhan yang selayaknya ada pada seorang muslim dalam masalah agama.61 Dan perkara ini diambil dari karakter agama ini. Dikarenakan masalah baiat adalah masalah yang jelas yang tidak mengandung kerancuan, tegas tidak menerima basa-basi.62
Sedang penentangan-penentangan sebagian orang, terbatas pada beberapa syubhat. Akan kami sebutkan dan kami jawab, dengan daya dan kekuatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.


"Tidak ada dalil yang melarang bai'at".
Kami jawab dari beberapa sisi.
  1. Sesungguhnya semua pembicaraan orang-orang terdahulu dari kalangan ahli ilmu dan fikih berkisar pada baiat kepada seorang khalifah muslim. Tidak seorangpun dari mereka (sesuai penelitianku) berpendapat kepada baiat-baiat istitsnaiyyah yang diberikan kepada bukan pemimpin kaum muslimin! Barangsiapa yang berpendapat selain ini, maka wajib baginya untuk menunjukkan dalil!
  2. Jika kami mengatakan (dalam rangka membantah), bolehnya baiat semacam ini, maka apakah baiat itu khusus untuk golongan tertentu dari manusia ? Atau boleh untuk seluruh golongan umat dan individu-individunya ? Jika kami jawab pertanyaan yang pertama dengan "ya", maka yang demikian berarti batil, dan membuat-buat syari'at yang tidak diizinkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena tidak ada wahyu yang mengkhususkan sekelompok manusia dengan suatu perkara, tanpa memberikan kepada kelompok yang lain setelah wafatnya Rasulullah صلی الله عليه وسلم! Dan jika kami jawab pertanyaan yang kedua dengan "ya", berarti kami telah memporak porandakan urusan kaum muslimin, mencerai beraikan urusan mereka, dan memecah belah kedigdayaan mereka, serta menjadikan mereka berkelompok-kelompok dan bergolongan-golongan. Dari sana, maka terbuka pintu yang tidak bisa ditutup bagi beribu-ribu ba'iat, sehingga seorang mendatangi orang yang ia kehendaki kemudian membaiatnya kapan saja yang ia mau. Ini adalah sebatil-batilnya perkara!
  3. Dimana pendahulu umat ini dari baiat-baiat semacam ini ? Apakah akal dan hawa nafsu kita bisa sampai kepada suatu kebaikan sedang kita lepas dari orang-orang terbaik dari umat ini dari kalangan salaf dan para imam Ridhwanullah 'alaihim ajma'in ? Maka benarlah Nabi yang terpilih صلی الله عليه وسلم ketika bersabda. "Artinya : Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan kami yang tidak ada (contoh) kami di atasnya, maka amalan tersebut ditolak" [Hadits Riwayat Bukhari-Muslim dari 'Aisyah]. Maka baiat-baiat istitsnaiyyah seperti ini yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits atau tidak terdapat pada perbuatan salah seorang dari salaf as-shalih63, adalah bid'ah dan perkara yang diada-adakan. Yang dibuat untuk menghianati orang awam dan kalangan orang-orang yang berilmu dari kaum muslimin, agar terpengaruh dengan tujuan merendahkan dan bertindak sesuka hatinya terhadap mereka.64 Dilakukan dibawah syiar al-wala' (loyalitas), al-intima' (kecenderungan), as-sam'u wa ath-tha'ah (mendengar dan taat), taubah dan lain sebagainya dari ungkapan-ungkapan yang dikemas dengan indah, kata-kata yang manis dan lafazh-lafazh yang mempesona.

"Baiat Aqabah yang pertama dan ke dua terjadi sebelum tegaknya negara Islam".
Jawaban dari beberapa segi.
  1. Kami katakan : "Ini adalah perbuatan yang tidak etis terhadap Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Tidak sepantasnya diucapkan terhadap Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau mengajak baiat sesudah atau sebelum tegaknya daulah. Karena ini adalah kebenaran yang diberikan dan dikhususkan kepada beliau صلی الله عليه وسلم, dan dikhususkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan sungguh Nabi صلی الله عليه وسلم membaiat sahabat-sahabatnya untuk tidak melarikan diri dari peperangan dan kadang memba'iat mereka untuk mati dan untuk berjihad sebagaimana membaiat mereka atas Islam. Dan beliau-pun membaiat mereka untuk hijrah sebelum fathu Mekkah, membaiat mereka untuk bertauhid, komitmen dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan belliau-pun pernah memba'iat sekelompok dari pata sahabat ridhwanullah 'alaihim ajma'in untuk tidak minta-minta sesuatupun terhadap manusia.65 Maka tidak sepantasnya bagi seorangpun dari manusia -bagaimanapun sesatnya orang tersebut- untuk mengkiaskan semua ini untuk dirinya saja, sebagaimana sudah jelas dan gamblang.
  2. Bahwa baiat tersebut diberikan kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Sedang beliau adalah orang yang dipersiapkan oleh Rabb semesta alam untuk menjadi amir bagi orang-orang mukmin. Dan tidak seorangpun setelah tegaknya daulah diberi bai'at secara umum selain beliau, sampai beliau menemui Tuhannya. Maka jadilah beliau amirul mukminin dan melaksanakan hukum had dan hukuman-hukuman lainnya. Kalau begitu siapakah di jaman sekarang ini orang yang seperti beliau di dalam persiapan Allah Subhanahu wa Ta'ala?
  3. Bahwa baiat yang pertama, adalah baiat untuk beriman kepada Allah saja, berpegang teguh dengan amalan-amalan yang utama dan mejauhi amalan-amalan yang mungkar.66 Dan engkau tidak mendapatkan pada panji-panji pembaiatan ini suatu panji yang berkaitan dengan jihad67 atau yang menyerupainya. Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa baiat ini tidak diberikan kepada seorangpun (sebagaimana telah dijelaskan dengan rinci), tetapi hanya diberikan kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم, yang telah dipersiapkan untuk menjadi imam dan pemimpin bagi kaum mukminin.
  4. Sebagai penguat jawaban yang telah lewat, bahwa baiat Aqabah yang kedua merupakan kebulatan tekad untuk berhijrah dan pengukuhan pendirian Nabi صلی الله عليه وسلم kepada orang-orang Anshar serta kesanggupan mereka untuk memberikan kedamaian dengan suasana yang cerah di Madinah.68 Baiat tersebut juga merupakan janji militer saja. Tidak dibahas di tengah-tengah perundingan terebut suatu masalah kecuali tentang kesanggupan tempat perlindungan ke Madinah. Serta untuk memerangi musuh-musuh beliau dan musuh agamanya. Maka baiat Aqabah lebih dari sekedar perjanjian untuk membela dari serangan. Sesungguhnya baiat tersebut adalah merupakan janji militer69 Bait Aqabah yang kedua ini merupakan suatu landasan pijak bagi Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk hijrah ke Madinah. Oleh karena itulah baiat tersebut mencakup dasar-dasar yang sempurna pensyariaatannya setelah hijrah, dan yang paling utama adalah jihad dan membela dakwah dengan kekuatan. Dan baiat Aqabah ini telah menjadi salah satu hukum -walaupun Allah belum memberitahukan kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم bahwa hal itu akan disyariatkan di masa yang akan datang 70
Maka berdalih dengan ke dua baiat tersebut atas baiat-baiat istitsnaiyyah seperti ini adalah alasan yang batil, sebagaimana tidak samar lagi setelah penjelasan ini. Oleh karena itu tidak boleh dikatakan bahwa baiat itu terjadi sebelum adanya daulah! Akan tetapi baiat itu adalah kunci pertama dan pendahuluan yang pokok untuk tegaknya daulah!

Baiat tersebut adalah baiat untuk amalan yang disyariatkan, seperti taubat, shalat dan lain sebagainya, maka hal itu menyerupai akad jual beli.
Jawab.
  1. Jawabannya pada nomor (3), pada bantahan syubhat yang pertama.
  2. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah di dalam Majmu' Fatawa (28/18) bahwa jika maksud mereka dengan kesepakatan, loyalitas dan baiat ini adalah untuk tolong menolong atas kebenaran dan takwa, maka hal itu telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya baginya dan bagi orang lain tanpa kesepakatan tersebut. Dan jika yang dimaksud adalah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan, maka hal itu telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sehingga suatu kesepakatan yang dimaksudkan dengannya berupa kebaikan yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka tidak perlu adanya kesepakatan tersebut. Dan suatu kesepakatan yang dimaksudkan dengannya berupa kejelekan, maka hal tersebut telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
  3. Adapun menyerupakan baiat ini dengan akad jual-beli (dari sisi ini), maka hal itu adalah batil, bahkan membatalkan baiat mereka sendiri. Karena sifat jual beli berbeda dengan perbedaan yang mendasar dengan sifat baiat sebagaimana akad.71 Maka akad jual beli memberikan faedah bagi seorang pembeli untuk memiliki barangnya yang dijual dan pemilikan seorang penjual akan harganya, kemudian putus hubungan keduanya setelah itu. Maka bagi penjual boleh untuk menggunakan harga jualnya tersebut dengan bebas. Sedangkan pembeli tidak berhak untuk menghalanginya atau membatasi kebebasannya dalam menggunakan uang tersebut.72 Adapun baiat yang syar'i, maka boleh bahkan wajib untuk menentang orang yang dibaiat jika menyelisihi perintah-perintah syari'at dan hukum-hukumnya, sebagaimana dijelaskan dengan rinci pada tempatnya. Karena tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil perjanjian atas seorang yang lain guna menyetujui atas apa yang dia inginkan, mencitai orang yang dia cintai dan memusuhi orang yang dia musuhi. Bahkan orang yang berlaku demikian termasuk jenisnya Jengis Khan dan orang yang semodel dengan dia, yang menjadikan orang yang setuju dengan mereka sebagai teman dan kawan serta menjadikan orang yang menyelisihi mereka sebagai musuh dan lawan.73

Bahwa baiat tersebut serta hukum-hukum sumpah dari segi adanya kafarat (denda), hanya saja baiat itu untuk taat.
Jawaban dari dua segi.
  1. Bahwa baiat semacam itu tidak ada di jaman salaf ash-shalih, padahal ada pendorong untuk melakukan hal tersebut.
  2. Jika Nabi صلی الله عليه وسلم menjadikan baiat ini dengan sumpah, maka masing-masing orang bisa berbuat sekehedak dirinya. Sewaktu-waktu dapat keluar dari baiat. Sebab sumpah dapat dijadikan baginya adanya kafarat-kafarat. Maka jika seseorang yang berbaiat ingin membatalkan baiatnya, dia tinggal membayar kafarat sumpahnya, sehingga hilanglah dosa darinya. Padahal Rasulullah صلی الله عليه وسلم menjadikan baiat sebagai suatu perjanjian serta menyerupakannya dengan jual beli sebagaimana yang telah kami sebutkan. Karena orang yang berbaiat dan dibaiat tidak mempunyai pilihan. Sedang janji ('ahd) tidak ada pengecualian (dispensasi) dan kafarat. Maka dijadikan baiat dengan dua model yang keras ini sebagai dorongan untuk menjaga kemaslahatan khusus dan umum bagi kaum mukminin.74 Maka menyamakan baiat dengan hukum-hukum sumpah (setelah penjelasan ini), terdapat kezhaliman yang nyata yang menjerumuskan kepada pengabaian manhaj dan penyelewengan di dalam pengeterapannya !!

Jika mengangkat amir di waktu safar itu wajib, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم "Artinya : JIka tiga orang di dalam safar, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai amir" Maka mengangkat amir untuk berdakwah dengan tujuan mengembalikan agama Allah di muka bumi itu lebih wajib dan janji serta baiat untuk taat itu lebih utama ?
Jawabannya dari enam segi.
  1. Mengangkat amir dalam safar terdapat nash yang jelas dan shahih. Adapun mengangkat amir yang tersebut ini tidak terdapat nash di dalamnya. Pengkiasannya terlalu jauh, karena tidak adannya 'illah (alasan). Adapun kiyas tidak dilakukan kecuali oleh seorang mujtahid, sebagaimana disebutkan oleh ahli ushul.
  2. Keamiran dalam safar berakhir dengan berakhirnya safar. Adapun keamiran-keamiran istitsnaiyyah mempunyai "ketaatan yang sempurna".
  3. Keamiran di dalam safar semuanya adalah maslahat. Adapun keamiran-keamiran istitsnaiyyah adalah memecah-belah dan merusak.75 Maka kiyasnya jelas-jelas batil.
  4. Seandainya sekelompok manusia bersepakat diantara mereka untuk menegakkan hukum had atas peminum khamr, pezina dan lain sebagainya, apakah hal itu diterima ? Ini adalah batil menurut Ijma' ummat dari orang yang setuju atau yang menentangnya. Maka kiyas ini membatalkan kiyas sebelumnya.
  5. Keamiran safar terbatas pada beberapa perkara saja dan fungsinya adalah untuk ketertiban bukan untuk mendengar dan taat secara mutlak.
  6. Karena baiat itu sebagai "janji" ('ahd), maka hal ini (kiyas di atas) bukanlah manhaj salaf ash-shalih ridwanullah ta'ala 'alaihim. Bahkan kenyataan mereka berbeda sama sekali dengan pemahaman salaf. Al-Hafizh Abu Nu'aim Al-Ashbihani meriwayatkan di dalam Hilyatual-Auliya (II/204) dengan sanadnya yang shahih dari Mutharrif bin Abdillah bin Asy-Syikhkhir76 beliau berkata : "Kami mendatangai Zaid bin Shuhan dan beliau berkata : 'Wahai hamba-hamaba Allah, berbuat mulialah kalian dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya wasilah (perantara) para hamba kepada Allah adalah dengan dua sifat, yaitu khauf (takut) dan tamak (dalam beramal)'. Maka pada suatu hari aku mendatanginya dan mereka menulis suatu tulisan dan menyusun suatu ucapan seperti ini : "Sesungguhnya Allah adalah Rabb kami, Muhammad adalah nabi kami, dan Al-Qur'an adalah imam kami. Barangsiapa yang bersama kami, maka dia termasuk kami dan kami akan melindunginya. Dan barangsiapa menyelisihi kami, tangan kamilah yang akan menentangnya, dan kami ..... dan kami ..... Perawi berkata : "Maka mulailah beliau (Zaid) memperlihatkan tulisan tersebut kepada mereka seorang demi seorang, sambil bertanya : 'Apakah engkau setuju wahai fulan ?' Sehingga sampailah padaku, dan bertanya : 'Apakah engkau setuju wahai anak muda ?' Aku menjawab : 'Tidak'. Zaid berkata : 'Kalian jangan tergesa-gesa untuk bertindak terhadap anak muda itu, apa yang akan kau katakan wahai anak muda ? (Rawi) berkata : 'Aku menjawab : 'Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian atasku di dalam Kitab-Nya. Maka aku tidak akan membuat suatu perjanjian selain perjanjian yang telah diambil oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala atasku!' Rawi berkata : 'Maka rujuklah kaum tersebut pada akhirnya. Tidak seorangpun dari mereka yang menyetujui tulisan tersebut". Rawi berkata : 'Aku tanyakan kepada Mutharrif : 'Berapa jumlah kalian pada waktu itu ? 'Beliau menjawab : 'Sekitar tiga puluh orang'. Maka lihatlah -semoga Allah merahmatimu- kepada realita dan keadaan hati mereka di dalam menerima kebenaran serta tunduk kepadanya. Dan lihatlah penolakan mereka terhadap perkara apapun (walaupun zhahirnya benar, haq dan tidak menyimpang). Apapun, jika tidak terdapat (sifatnya) di dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala atau tetap (tsabit) dalam sunnah Rasul-Nya صلی الله عليه وسلم, maka dapat memecah belah umat, bagaimanapun bentuk perpecahan tersebut, walaupun kecil. Karena semua inilah, sering kali kita mendapati diri-diri kita di hadapan gejala yang mengerikan, yaitu bahwa gerakan Islam menjadi lebih dekat kepada model dan ilustrasi belaka serta lebih dekat kepada formalitas atau hizbiyyah.77
           Semoga pembahasan ini -walaupun ringkas- dapat dipakai sebagai rujukan bagi para da'i untuk ingat setelah lalai dan terjaga setelah mereka terbuai. Agar mereka tidak mendahulukan amalan dan ucapan apapun kecuali setelah berilmu, mendapatkan kejelasan serta pengetahuan dan ketetapan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kepada al-Imam al-Bukhari yang mengatakan : "Tidaklah aku menetapkan sesuatu dengan tanpa ilmu sama sekali semenjak aku berakal"78
Pembahasan ini pula para aktifis Islam dapat instropeksi untuk berhenti dari tahazzub (berkelompok-kelompok), menolak al-haq dari ahlinya dan saling melibas/menggilas diantara mereka. Agar mereka dapat melihat kembali kepentingan dirinya, yaitu sebagai pembawa dakwah yang paling mulia dan beramal demi tujuan yang utama (ridha Allah, -ed). Sehingga pribadi-pribadi mereka menjadi kokoh dan komitmen ketika membuat perjanjian dengan Allah agar mereka berada pada puncak ke-Islaman dan masa mereka. Maka amalannya dalam Islam bersih dari pembicaraan sekitar pribadi dan berputar-putar di sekitar dzat seseorang. Dan apa-apa yang di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal.
Serta merupakan peringatan bagi orang-orang yang berusaha mengangkat Islam demi kepentingan pribadi, menjual jiwa-jiwa dan Islam mereka pada pasaran politik yang murah serta menjadi boneka-boneka yang digerakkan, dan tidak ada campur tangannya sedikitpun dalam perkara tersebut. Pada akhirnya mereka paham bahwa disyariatkannya sarana (wasilah) tergantung dari disyariatkannya tujuan (ghayah). Sehingga merekapun hidup untuk akhirat. Maka ketika mereka berusaha memperbaiki perangainya di hadapan manusia, mereka yakin bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengawasi mereka dan akan menghentikan (mematikan) serta menanyai mereka. Dan sesungguhnya agama ini tetap terjaga dengan penjagaan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta akan hilang kejelekan dari padanya, seperti ububan (alat pandai besi) menghilangkan (karat) besi.
Merupakan kesempatan pula bagi para dai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, agar mereka meninjau kembali sarana dan metode (dakwah) mereka. Yang demikian, karena menyeru manusia kepada Islam tidak lain harus dengan hikmah dan nasehat yang baik, tidak dengan paksaan. Maka barangsiapa yang memerintahkan kepada yang ma'ruf, harus dengan cara yang ma'ruf pula. Dengarlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu" [Ali Imran : 159]

Merupakan kesempatan pula bagi pribadi muslim untuk melihat menatap pada posisinya yang ada sekarang, faedah apa yang diberikan kepada Islam pada posisinya. Dan agar tahu bahwa taat dalam menjalani Islam akan memberikan kejelasan. Sesungguhnya tanggung jawab itu ditanggung oleh pribadi masing-masing. Dan agar tidak terjerumus ke dalam pemahaman hizbi yang jahil atau sufi, sehingga dia akan menolong saudaranya, baik yang berbuat zhalim maupun yang dizhalimi.
Bahkan wajib baginya untuk komitmen dengan pemahaman yang Islami yaitu : menolong orang yang dizhlimi dengan mengembalikan sesuatu yang diambil dengan zhalim dan menolong orang yang berbuat zhalim dengan merintangi kehendaknya. Maka tolong menolong harus atas dasar kebenaran dan takwa, bukan atas dasar berbuat dosa dan bermusuh-musuhan, sehingga sikap saling mensehati akan mendominasi barusan kaum muslimin yang akan menang dengan mendapatkan pertolongan di dunia dan pahala di akhirat.
Dan merupakan kesempatan pula bagi seetiap muslim untuk mengetahui bahwa meremehkan dosa-dosa kecil akan menimbulkan dosa-dosa besar, sehingga diapaun akan menghentikan perbuatan ghibah (menggunjing), adu domba dan buruk sangka. Inilah penyakit-penyakit yang menimpa jiwa yang sering dianggap remeh. Dan agar dia dapat menerapkan manhaj yang dia berpegang kepadanya dan melatih diri dengan makna Islami agar menjadi bagian dari hidupnya sehari-hari. Dengan demikian terbentuklah pribadi rabbani79 yang perangainya terwarnai dengan Islam, sehingga dia mempunyai tangan, kaki, mata dan telinga yang tunduk (pada syariat Islam). Dan bergeraklah semua anggota badannya dengan gerakan-gerakan Islam yang disyariatkan oleh Allah bagi orang yang Dia cintai.80
Dan akhir seruan kami bahwa segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam.       

Dengan klik iklan ini berarti antum telah ikut berpartisipasi

loading...