Kvshodo: Keutamaan majelis zikir

Keutamaan majelis zikir

Keutamaan majelis zikir

Kitab Zikir, Doa, Tobat Dan Istigfar
Keutamaan majelis zikir

Hasil gambar untuk zikir



حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ فَيَقُولُونَ جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيُهَلِّلُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيَسْأَلُونَكَ قَالَ وَمَاذَا يَسْأَلُونِي قَالُوا يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي قَالُوا لَا أَيْ رَبِّ قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي قَالُوا وَيَسْتَجِيرُونَكَ قَالَ وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي قَالُوا مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ قَالَ وَهَلْ رَأَوْا نَارِي قَالُوا لَا قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ قَالَ فَيَقُولُ وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ 

Hadis riwayat Abu Hurairah رضي الله عنه: ia berkata:Dari Nabi صلی الله عليه وسلم, beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Memberkahi lagi Maha Tinggi memiliki banyak malaikat yang selalu mengadakan perjalanan yang jumlahnya melebihi malaikat pencatat amal, mereka senantiasa mencari majelis-majelis zikir. Apabila mereka mendapati satu majelis zikir, maka mereka akan ikut duduk bersama mereka dan mengelilingi dengan sayap-sayapnya hingga memenuhi jarak antara mereka dengan langit dunia. Apabila para peserta majelis telah berpencar mereka naik menuju ke langit. Beliau melanjutkan: 

Lalu Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung menanyakan mereka padahal Dia lebih mengetahui daripada mereka: Dari manakah kamu sekalian?  
Mereka menjawab: Kami datang dari tempat hamba-hamba-Mu di dunia yang sedang mensucikan, mengagungkan, membesarkan, memuji dan memohon kepada Engkau. 
Allah bertanya lagi: Apa yang mereka mohonkan kepada Aku? 
Para malaikat itu menjawab: Mereka memohon surga-Mu. 
Allah bertanya lagi: Apakah mereka sudah pernah melihat surga-Ku? 
Para malaikat itu menjawab: Belum wahai Tuhan kami. 
Allah berfirman: Apalagi jika mereka telah melihat surga-Ku? 
Para malaikat itu berkata lagi: Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu. 
Allah bertanya: Dari apakah mereka memohon perlindungan-Ku? 
Para malaikat menjawab: Dari neraka-Mu, wahai Tuhan kami. 
Allah bertanya: Apakah mereka sudah pernah melihat neraka-Ku? 
Para malaikat menjawab: Belum. 
Allah berfirman: Apalagi seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku? 
Para malaikat itu melanjutkan: Dan mereka juga memohon ampunan dari-Mu. 
Beliau bersabda kemudian Allah berfirman: Aku sudah mengampuni mereka dan sudah memberikan apa yang mereka minta dan Aku juga telah memberikan perlindungan kepada mereka dari apa yang mereka takutkan. 
Beliau melanjutkan lagi lalu para malaikat itu berkata: Wahai Tuhan kami! Di antara mereka terdapat si Fulan yaitu seorang yang penuh dosa yang kebetulan lewat lalu duduk ikut berzikir bersama mereka. 
Beliau berkata lalu Allah menjawab: Aku juga telah mengampuninya karena mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.

        Al Ahzab (33)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

Ya ayyuha allatheena amanoo othkuroo Allaha thikran katheeran

"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya."       

           Huud (11)

وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

Waani istaghfiroo rabbakum thumma tooboo ilayhi yumattiAAkum mataAAan hasanan ila ajalin musamman wayuti kulla thee fadlin fadlahu wain tawallaw fainee akhafu AAalaykum AAathaba yawmin kabeerin

"dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat".       

           Huud (11)

فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُواْ بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا أُتْرِفُواْ فِيهِ وَكَانُواْ مُجْرِمِينَ

Falawla kana mina alqurooni min qablikum oloo baqiyyatin yanhawna AAani alfasadi fee alardi illa qaleelan mimman anjayna minhum waittabaAAa allatheena thalamoo ma otrifoo feehi wakanoo mujrimeena

"Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa".       


4.1 Ayat-ayat Al-Qur'an Yang Dianggap Mensyariatkan Zikir Berjamaah.
Pada sub pembahasan ini, bapak Kyai menyebutkan tiga ayat Al Qur'an yang beliau klaim bahwa ketiga ayat ini mengisyaratkan kepada disyari'atkannya zikir berjama'ah, ayat-ayat itu ialah:
  1. Ayat pertama: "Wahai orang-orang yang beriman, berzikirlah kalian (dengan menyebut nama) Allah zikir yang banyak". (Al Ahzab: 41).

    Kemudian bapak Kyai berkata:
    "Ayat-ayat yang senada dengan ini dapat dibaca dalam Al Qur'an surah Al Baqarah, ayat: 152, dan ayat 200.

    Ayat 152 surah Al Baqarah ialah sebagai berikut:
    "Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat)-Ku".

    Adapun ayat 200, surah Al Baqarah, ialah sebagai berikut:
    "Apabila kamu telah selesai menunaikan ibadah haji kalian, maka berzikirlah (menyebu namat) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka diantara manusia ada yang berdo'a: Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat".

  2. Ayat kedua yang beliau cantumkan dalam bukunya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah ...". (Ali Imran: 191).

  3. Ayat ketiga yang beliau sebutkan ialah: "Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah ....". (Al Ahzab: 35).
Setelah menyebutkan ketiga ayat ini, beliau (kyai Dimyathi -ed) berkata: "Pada firman-firman Allah subhanahu wa ta'ala di atas, yakni Q.S. Al Ahzab ayat 41: Udzkurullah, Q.S. Ali Imran ayat 191: Yadzkurunallah, dan Q.S. Al Ahzab ayat 35: Adz Dzaakiriinallah dan Adz Dzaakiraat, ditilik dari sisi bahasa Arab, semua itu menggunakan dhamir jama'/plural (antum, hum, dan hunna) bukan dhamir mufrad/singular (anta, huwa, dan hiya). Hal ini jelas mengisyaratkan bolehnya dan dianjurkannya zikir secara berjama'ah".

Demikianlah kesimpulan dan pemahaman yang beliau utarakan.
Pada kesempatan ini saya ingin bertanya kepada bapak Kyai: Ulama' siapa dan ulama' mana yang memiliki pemahaman seperti pemahaman bapak ini? Dan kitab tafsir apa yang bapak jadikan rujukan, sehingga bapak berkesimpulan demikian ini??!! Ini adalah pemahaman orang yang baru belajar bahasa arab. Untuk membuktikan kekeliruan ini, mari kita simak ayat-ayat yang menggunakan metode serupa dengan ketiga ayat ini:
  1. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, (bilamana kalian mengawininya) maka kawinilah oleh kalian wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) oleh kalian seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". (An Nisa': 3).

    Pada ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menggunakan dhamir jama'/plural sebagaimana yang ada pada ketiga ayat di atas. Yang menjadi pertanyaan saya:
    Apakah bapak masih bersikukuh bahwa setiap ayat yang menggunakan dhamir jama'/plural berarti ada isyarat untuk melakukannya secara berjama'ah?? Bila memang demikian, apakah pada ayat ini juga disyari'atkan untuk menikah berjama'ah?

    Apalagi pada akhir ayat Allah berfirman: "nikahilah oleh kalian seorang wanita saja". Bila bapak katakan: ya, berarti bapak -na'uzubillah- akan memfatwakan bolehnya kumpul kebo, satu wanita dinikahi oleh seratus orang. Inilah kelaziman pemahaman bapak, dan inilah penerapan ilmu ushul fiqih bapak.

  2. Pada ayat lain Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kalian junub maka mandilah. Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah muka dan tangan kalian dengan tanah itu. (Al Maidah: 6).

    Saya ingin bertanya lagi: apakah ayat ini yang menggunakan dhamir jama'/plural mengisyaratkan untuk berwudhu dengan berjama'ah? Dan apakah ayat ini juga mengisyaratkan tentang disyariatkannya bertayamum rame-rame (berjama'ah), bagi yang sakit dan safar, hanya karena ayatnya menggunakan dhamir jama'? Dan apakah ayat ini juga mengisyaratkan tentang disyariatkannya mandi janabah masal, misalnya dipemandian umum, atau kolam renang umum, karena ayatnya menggunakan dhamir jama'?
  3. Dalam ayat lain Allah berfirman: "Istri-istri kalian adalah (seperti) ladang (tanah bercocok tanam) kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari sisi manapun kalian suka". (Al Baqarah: 223)

    Saya ingin bertanya lagi: ayat yang menggunakan dhamir jama'/plural ini, juga mengisyaratkan untuk menjalankan amalan yang disebutkan dalamnya dengan cara berjama'ah (masal), sehingga dengan tidak langsung bapak menganjurkan para suami untuk menggauli istri-istrinya secara masal (satu ruang untuk beratus-ratus pasangan)?! Kalau demikian halnya, apa bedanya antara manusia dengan binatang?!
    Kalau demikian ini pemahaman yang bapak Kyai anut, maka betapa jauhnya kekeliruan yang ada pada pemahaman bapak. Dan bila bapak tidak mengatakan demikian, berarti bapak telah meruntuhkan kaidah yang bapak bangun sendiri.
    Bahkan pada ayat 191 surat Ali Imran Allah berfirman:
    "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (Ali Imran: 191).

    Saya ingin bertanya kepada bapak Kyai: Apakah ayat ini juga mengisyaratkan bahwa dianjurkan untuk berzikir berjama'ah sambil tiduran/berbaring?
    Bila ada yang bertanya: Lalu bagaimana maksud dan pemahaman (pemahaman yang benar -ed) ketiga ayat yang disebutkan oleh bapak Kyai Dimyathi Badruzzaman di atas?
    Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, saya harap para pembaca kembali membuka terjemahan Al Qur'an, dan membaca arti ketiga ayat di atas dengan seksama.
Setelah para pembaca membaca dengan seksama arti ketiga ayat yang disebutkan oleh bapak Kyai Dimyathi, saya akan memulai mengajak pembaca untuk sedikit berkonsentrasi, karena yang akan saya sebutkan berikut ini adalah beberapa kaidah penting dalam ilmu ushul al fiqih. Para ulama' ahli ilmu ushul al fiqih mengatakan bahwa untuk mengungkapkan suatu makna yang bersifat umum, dikenal apa yang diistilahkan oleh mereka dengan sebutan: shiyagh al 'umum "lafadz-lafadz yang menunjukkan akan makna yang bersifat umum". Diantara shiyagh al umum ialah kata sambung, yang hanya digunakan bila subyek jama' /plural. Dan diantara shiyagh al 'umum ialah kata-kata jama', semacam "laki-laki yang berzikir" dan "wanita-wanita yang berzikir".
Fungsi shiyagh al umum ialah untuk menunjukkan keumuman, sehingga kata itu mencakup seluruh orang yang memiliki kriteria seperti yang disebut dalam ungkapan itu. Misalnya, ayat 41 dari surat Al Ahzab di atas, fungsi penggunaan shiyagh al 'umum, yaitu , ialah agar mencakup setiap orang yang memiliki kriteria yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu kriteria keimanan. Dengan demikian perintah berzikir yang disebutkan dalam ayat ini tertuju kepada seluruh orang yang beriman.
Dan ayat 35 dari surat Al Ahzab, yang menggunakan ialah agar janji Allah subhanahu wa ta'ala berupa ampunan dan pahala yang besar didapat oleh seluruh orang yang banyak berzikir, baik lelaki atau perempuan. Inilah fungsi penggunaan shiyagh al' umum bukan seperti yang disangka oleh bapak Kyai Dimyathi.4.1
Perintah-perintah dalam Al Qur'an dan As Sunnah, ada yang telah diperinci dan disebutkan batasan-batasannya dengan jelas, dan ada yang tidak diperinci. Perintah jenis pertama disebut dengan Al Muqayyad , dan jenis kedua disebut dengan Al Muthlaq. Sebagai contoh jenis pertama yaitu Al Muqayyad ialah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain) kecuali karena salah (dengan tidak sengaja). Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan tidak sengaja, maka ia harus memerdekakan seorang budak yang beriman (seorang budak mukmin), dan membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (orang yang terbunuh)". (An Nisa': 92).

Pada ayat ini hukuman orang yang membunuh seorang mukmin dengan tidak sengaja, ialah memerdekakan seorang budak mukmin dan membayat diat (denda). Kata "seorang budak yang beriman" disebut muqayyad, karena budaknya telah disebutkan kriterianya dengan terperinci dan jelas, yaitu budak yang beriman. Dengan demikian bila ada seorang yang membunuh orang muslim lain tanpa disengaja, kemudian ia memerdekakan seorang budak nasrani, maka tidak sah, dan belum gugur kewajibannya.
Sebagai contoh jenis kedua yaitu Al Muthlaq ialah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, ...... (Al Maidah: 6).

Pada ayat ini Allah memerintahkan kita bila kita hendak mendirikan shalat agar berwudlu, dan Allah tidak menyebutkan perincian lebih lanjut tentang shalat yang kita diperintahkan untuk berwudlu karenanya, sehingga kata "Shalat" disebut Muthlaq.
Setelah pembagian ini jelas bagi kita, saya akan nukilkan ucapan As Syaukani yang menjelaskan sikap kita dalam menghadapi kedua jenis perintah ini:
"Ketahuilah bahwa Al Khithab (dalil-dalil) bila datang dalam bentuk muthlaq dan tidak ada yang membatasinya (merincinya), maka lazim untuk diamalkan sesuai dengan apa adanya (yaitu dalam keadaan muthlaq), dan bila datang dalam keadaan telah diberikan batasan-batasan (muqayyad) , maka lazim untuk diamalkan sesuai dengan batasan-batasan itu ...".4.2

Berdasarkan kedua kaidah dalam ilmu ushul fiqih ini, kita dapat memahami bahwa ketiga ayat di atas, bila dipandang dari sisi orang yang ditujukan kepadanya perintah untuk berzikir, maka kita katakan bahwa ketiga ayat itu bersifat umum, karena menggunakan dhamir jama'/plural sehingga mencakup seluruh orang mukmin, tanpa terkecuali, terlepas dari apakah mereka melakukannya dengan sendirian atau tidak.
Dan bila kita kita tinjau dari sisi amalan yang mereka diperintah dengannya yaitu zikir, ketiga ayat itu dikatakan ayat-ayat yang muthlaq, karena Allah subhanahu wa ta'ala pada ketiga ayat di atas tidak memberikan batasan-batasan tertentu, baik batasan yang berkaitan dengan bentuk zikirnya, juga yang berhubungan dengan metode, dan waktu pelaksanaannya.
Pemahaman ini akan menjadi jelas bila kita membaca ayat 41, kemudian dilanjutkan dengan membaca ayat 42 surat Al Ahzab:
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (menyebutlah nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al Ahzab: 41-42).

Ayat ke-42 ini mengisyaratkan bahwa berzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala dapat dilakukan kapan saja, tanpa dibatasi dengan waktu tertentu.
Dan bila kita membaca ayat 191 surah Ali Imran, yaitu:
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". (Ali Imran: 191).

Ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa berzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala dapat dilakukan dalam segala situasi dan kondisi, baik disaat berdiri, atau duduk, atau berbaring.
Bahkan ayat 35 surat Al Ahzab secara khusus, Nabi صلی الله عليه وسلم telah memberikan contoh orang-orang yang disebut "banyak berzikir kepada Allah Ta'ala":
"Dari Abi Sa'id dan Abi Hurairah -radhiallahu 'anhuma- bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Bila seorang suami membangunkan istrinya pada malam hari, kemudian keduanya shalat dua raka'at, niscaya keduanya dicatat termasuk laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah".4.3

Dimanakah zikir jama'ah seperti yang bapak Kyai pahami dalam hadits ini? yang ada hanyalah sepasang suami istri yang mendirikan shalat malam dua raka'at.
Pendek kata, tidak ada sedikitpun dalam ketiga ayat yang disebutkan oleh bapak Kyai yang menunjukkan disyariatkannya zikir dengan berjama'ah. Dan menurut hemat saya, yang menyebabkan bapak Kyai terjatuh kedalam kesalahan fatal ini ialah, karena al 'ujmah (kelemahan dalam penguasaan bahasa arab), sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu 'Amr bin Al 'Ala' kepada salah seorang tokoh mu'tazilah (yaitu kelompok yang mengingkari taqdir) yang bernama 'Amer bin 'Ubaid:
"Karena Al 'ujmah (kelemahan dalam penguasaan bahasa arab) yang ada pada dirimulah yang menjadikanmu terjatuh dalam kesalahan".4.4

Tatkala Al Hasan Al Bashri disebutkan kepadanya beberapa kesalahan sebagian Ahlil Ahwa' Wal Bid'ah, ia berkata:
"Sesungguhnya mereka tersesat akibat 'ujmah yang ada pada mereka".4.5

As Syathibi berkata:
"Diantara (sebab-sebab tersesatnya ahlul bid'ah) ialah mereka selalu berusaha mereka-reka maksud Al Qur'an dan As Sunnah yang keduanya menggunakan bahasa arab, sedangkan mereka tidak menguasai ilmu bahasa arab, yang dengannyalah maksud Allah dan Rasul-Nya dapat dipahami. Sehingga mereka menyeleweng dari syari'at dengan pemahaman dan keyakinan mereka itu, sebagaimana mereka juga menyelisihi ulama'-ulama' yang telah mendalam ilmunya. Dan yang menjadikan mereka terjerumus kedalam ini semua, karena mereka terlalu percaya dengan dirinya sendiri, dan menganggap bahwa mereka telah memiliki kemampuan untuk berijtihad dan menyimpulkan hukum".4.6

4.2 Hadits-hadits Nabi صلی الله عليه وسلم Yang Diduga Mensyari'atkan Zikir Berjama'ah.
Pada pembahasan ini, bapak kyai menyebutkan sepuluh hadits yang berkaitan dengan keutamaan majlis-majlis zikir, diantara hadits yang beliau sebutkan:
"Dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id Al Khudri -radhiallahu 'anhuma-, mereka berdua bersaksi bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Tidaklah suatu kaum duduk-duduk menyebut nama Allah Azza wa Jalla (berzikir), melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat, dan dipenuhi oleh kerahmatan, dan akan turun kepada mereka kedamaian, dan mereka akan disebut-sebut oleh Allah dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya".4.7

Dan hadits:
"Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahu'anhu, ia berkata: Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku senantiasa bersamanya bla ia mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku, dan bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka".4.8

Saya sengaja hanya menyebutkan kedua hadits ini, karena keduanya adalah hadits yang jelas-jelas hadits shahih, dan cukup mewakili hadits-hadits lain yang disebutkan oleh bapak Kyai Dimyathi.
Untuk mengetahui maksud dan makna hadits-hadits ini, mari kita simak bersama keterangan para ulama' tentang maksud dari kata majlis zikir :
"Abu Hazzan: Aku pernah mendengar Atha' bin Abi Rabah (salah seorang tabi'in) berkata: "Barang siapa yang duduk di majlis zikir, maka Allah akan mengampuni dengannya sepuluh majlis kebathilan. Dan bila majlis zikir itu ia lakukan disaat berjihad di jalan Allah, niscaya Allah akan mengampuni denganya tujuh ratus (700) majlis kebathilan".

Abu Hazzan berkata: Aku bertanya kepada Atha': Apakah yang dimaksud dengan majlis Zikir? Ia menjawab: yaitu majlis (yang membahas) halal dan haram, bagaimana engkau menunaikan shalat, bagaimana engkau berpuasa, bagaimana engkau menikah, bagaimana engkau menceraikan, bagaimana engkau menjual dan bagaimana engkau membeli".4.9

Imam An Nawawi As Syafi'i, berkata:
"Ketahuilah bahwa keutamaan/ pahala berzikir tidak hanya terbatas pada bertasbih, bertahlil,bertahmid (membaca alhamadulillah), bertakbir, dan yang serupa. Akan tetapi setiap orang yang mengamalkan ketaatan kepada Allah Ta'ala, berarti ia telah berzikir kepada Allah Ta'ala, demikianlah dikatakan oleh Sa'id bin Jubair dan ulama' yang lainnya. Atha' (bin Abi Rabah) berkata: "Majlis-majlis zikir ialah majlis-majlis yang membicarakan halal dan haram, bagaimana engkau membeli dan menjual, mendirikan shalat, berpuasa, menikah, menceraikan, berhaji dan yang serupa dengan ini".4.10
Pakar hadits dan fiqih abad ke-9 H, yaitu Ibnu Hajar Al Asqalani berkata:
"Dan yang dimaksud dengan zikir di sini ialah: mengucapkan bacaan-bacaan yang dianjurkan untuk diucapkan dan diulang-ulang, misalnya bacaan yang disebut dengan Al Baqiyaat As Shalihat, yaitu: Subhanallah, wa alhamdulillah, wa laa ilaha illallah, wa Allahu Akbar, dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengannya, yaitu : Al hauqalah (laa haula walaa quwwata illa billah), Basmalah, hasbalah (hasbunaallah wa ni'ima al wakil), dan istighfar, dan yang serupa, dan juga doa memohon kebaikan di dunia dan akhirat.

Kata Az Zikir kepada Allah bila disebut juga dapat dimaksudkan: kita terus-menerus mengamalkan amalan-amalan yang diwajibkan atau disunnahkan oleh Allah, seperti membaca Al Qur'an, membaca hadits, mempelajari ilmu, dan menunaikan shalat sunnah. Kemudian zikir kadang kala dapat dilakukan dengan lisan, dan orang yang mengucapkannya akan mendapatkan pahala, dan tidak disyarat untuk selalu mengingat kandungannya, tentunya dengan ketentuan selama ia tidak memaksudkan dengan bacaan itu selain dari kandungannya.4.11

Bila bacaan lisannya disertai dengan zikir dalam hatinya, maka itu lebih sempurna, dan bila zikir ini disertai dengan penghayatan terhadap kandungan bacaan itu, yang berupa pengagungan terhadap Allah, dan mensucikan-Nya dari segala kekurangan, niscaya itu akan lebih sempurna. Bila zikir semacam ini terjadi di saat ia mengamalkan amal shaleh yang diwajibkan, seperti shalat fardhu, jihad dan lainnya, niscaya akan semakin sempurna. Dan bila ia meluruskan tujuan dan ikhlas karena Allah, maka itu adalah puncak kesempurnaan.

Al Fakhrurrazi berkata: Yang dimaksud dengan zikir dengan lisan ialah mengucapkan bacaan-bacaan yang mengandung makna tasbih (pensucian) tahmid (pujian) dan tamjid (pengagungan). Dan yang dimaksud dengan zikir dengan hati ialah: memikirkan dalil-dalil yang menunjukkan akan Dzat dan Sifat-sifat Allah, juga memikirkan dalil-dalil taklif (syari'at), berupa perintah, dan larangan, sehingga ia dapat mengerti hukum-hukum taklifi (hukum-hukum syari'at yang lima, yaitu: wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), dan juga merenungkan rahasia-rahasia yang tersimpan pada makhluq-makhluq Allah.

Sedangkan yang dimaksud dengan zikir dengan anggota badan ialah: menjadikan anggota badan sibuk dengan amaliah ketaatan, oleh karena itulah Allah menamakan shalat dengan sebutan Zikir, Allah berfirman:

"Maka bersegeralah kamu menuju zikir kepada Allah (yaitu shalat jum'at)" (Al Jum'ah: 9).4.12

Pengertian tentang makna zikir yang disampaikan oleh seorang tabi'in murid para sahabat Nabi صلی الله عليه وسلم, dan dijabarkan Ibnu Hajar ini, selaras dengan hadits berikut:
"Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahu'anhu ia berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Tidaklah suatu kaum (sekelompok orang) duduk di salah satu rumah Allah (yaitu masjid), mereka membaca kitabullah (Al Qur'an) dan bersama-sama mengkajinya (mempelajarinya), melainkan akan turun kepada mereka kedamaian, dan mereka dipenuhi oleh kerahmatan, dan dinaungi oleh para malaikat, dan Allah menyebut mereka dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya". 4.13

Tatkala Imam An Nawawi mensyarah hadits ini, beliau berkata:
"Dan -insya Allah- keutamaan ini juga diperoleh bagi orang-orang yang berkumpul di sekolahan-sekolahan, tempat-tempat pengajian dan yang serupa dengan keduanya, sebagaimana halnya berkumpul di masjid".4.14

Inilah yang dimaksud dengan kata zikir yang disebutkan dalam hadits-hadits yang disebutkan oleh bapak Kyai Dimyathi. Dengan demikian hadits-hadits ini bersifat umum, mencakup segala amaliah ketaatan, baik berupa ucapan lisan, atau amalan batin, atau amalan anggota badan.
Bila ini telah jelas bagi kita semua, saya akan bertanya kepada bapak Kyai Dimyathi: Dari manakah bapak Kyai mendapatkan kesimpulan bahwa yang dimaksud dari hadits-hadits ini adalah hanya zikir berjama'ah ala murid bapak Muhammad Arifin Ilham? Dalil-dalil yang bapak gunakan ternyata terlalu umum, bila dibanding dengan klaim bapak, sehingga dalil bapak tidak kuat dan klaim bapak tidak dapat diterima.
Agar lebih jelas lagi, mari kita simak penuturan sahabat Anas bin Malik berikut ini:
"Dari Muhammad bin Abu Bakar Ats Tsaqafi, bahwa ia pernah bertanya kepada sahabat Anas bin Malik rodhiallahu'anhu tatkala ia bersamanya berjalan dari Mina menuju ke padang Arafah: Bagaimana dahulu kalian berbuat bersama Rasulullah صلی الله عليه وسلم pada hari seperti ini? Maka beliau menjawab: Dahulu ada dari kami yang membaca tahlil, dan tidak diingkari, dan ada dari kami yang membaca takbir, juga tidak diingkari".4.15

Inilah salah satu contoh nyata metode berzikir yang dilakukan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya, masing-masing berzikir dengan sendiri-sendiri, tidak dengan dikomando oleh satu orang, kemudian yang lainnya mengikuti, sebagaimana yang dilakukan oleh, Muhammad Arifin Ilham, dan kebanyakan para pembimbing manasik haji yang selalu mengomando jama'ahnya tatkala berzikir, dengan satu suara dan satu bacaan pula.
Kisah yang dituturkan oleh sahabat Anas bin Malik tentang metode berzikir yang dilakukan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya inilah yang dimaksudkan oleh sahabat Ibnu Mas'ud dalam ucapannya, tatkala melihat segerombol orang berzikir berjama'ah:
"Sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya kalian ini sedang menjalankan ajaran (dalam berzikir) yang lebih benar dibanding ajaran Nabi Muhammad, atau sedang membuka pintu kesesatan".4.16

Maksud beliau rodhiallahu'anhu ialah: Nabi صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya bila berzikir, tidak dengan cara dikomando oleh satu orang, dengan satu suara dan bacaan yang sama, akan tetapi masing-masing berzikir dengan sendiri-sendiri. Terlebih-lebih bila kata zikir ditafsirkan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani, sehingga mencakup majlis-majlis ilmu. Dan sebagai bukti akan penjelasan Ibnu Hajar diatas, akan saya sebutkan beberapa kisah berikut:
"Sahabat Uqbah bin 'Amr berkata kepada sahabat Huzaifah: Sudikah engkau membacakan apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Maka Huzaifah berkata: Aku pernah mendengar beliau bersabda: Sesungguhnya tatkala Dajjal keluar kelak, ia akan membawa air dan api. Adapun yang ditunjukkan kepada orang-orang bahwa itu adalah api, maka itu sebenarnya adalah air yang dingin, sedangkan yang ditunjukkan kepada orang-orang bahwa itu adalah air, maka itu sebenarnya adalah api yang membakar.

Sehingga barang siapa yang menemuinya, maka hendaknya ia menceburkan dirinya kepada yang ia tunjukkan sebagai api, karena sesungguhnya itu adalah air yang dingin ..... (setelah Huzaifah selesai membacakan hadits-hadits yang pernah ia dengar dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم) Uqbah bin 'Amr rodhiallahu'anhu berkata: Aku juga pernah mendengarkan beliau bersabda demikian itu".4.17

Pada kisah ini sahabat Uqbah bin 'Amr meminta sahabat Huzaifah untuk menyebutkan hadits-hadits yang pernah ia dengar dari Nabi صلی الله عليه وسلم, dan setelah selesai sahabat Uqbah ternyata pernah mendengar semua hadits yang sahabat Huzaifah bacakan. Ini salah satu bukti bahwa mereka bila bertemu saling mengingatkan tentang ilmu yang dimiliki oleh masing-masing mereka, bukan dengan cara membaca zikir yang dikomando oleh satu orang, kemudian ditirukan oleh yang lainnya.
Contoh lain:
"Dari Syaqiq (bin Salamah) ia berkata: Suatu saat sahabat Abdullah (bin Mas'ud) dan Abu Musa duduk bersama, dan keduanya saling mengingat-ingat hadits-hadits Nabi صلی الله عليه وسلم, kemudian Abu Musa berkata: Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: "Sebelum datangnya kiyamat, akan ada hari-hari yang pada saat itu ilmu akan diangkat, dan diturunkan kebodohan (kebodohan merajalela), dan akan banyak terjadi al haraj", dan al haraj ialah pembunuhan".4.18
Contoh lain:
"Abu Salamah bin Abdirrahman berkata: Dahulu sahabat Umar (bin Al Khatthab) berkata kepada sahabat Abu Musa di saat ia duduk di majlis: Wahai Abu Musa, ingatkanlah kita tentang Tuhan kita! Maka Abu Musa-pun sambil duduk di majlis membaca (Al Qur'an), dan beliau memerdukan suaranya".4.19

Semacam inilah majlis zikir yang dilakukan oleh para sahabat dan ulama' terdahulu. Bahkan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan:
"Dari Abi Utsman (An Nahdi) ia berkata: Salah seorang gubernur pada zaman khilafah Umar bin Al Khatthab menuliskan laporan yang isinya: Sesungguhnya di wilayah saya, ada suatu kelompok orang yang berkumpul-kumpul kemudian berdoa bersama-sama untuk kaum muslimin dan pemimpin. Maka Umar menulis surat kepadanya: Datanglah dan bawa mereka besertamu.

Maka gubernur itu datang, (dan sebelum ia datang) Umar telah memerintahkan penjaga pintunya untuk menyiapkan sebuah cambuk. Dan tatkala mereka telah masuk ke ruangan, spontan Umar langsung memukul pemimpin kelompok itu dengan cambuk".4.20

Bahkan seandainya bapak Kyai sedikit merenungkan hadits Abu Hurairah di atas:
"Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahu'anhu, ia berkata: Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku senantiasa bersamanya bila ia mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku, dan bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka".4.21
Niscaya Bapak Kyai tidak akan berkesimpulan demikian ini. Sebab dalam hadits ini Allah berfirman:
"bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka",

ini menunjukkan bahwa ia berzikir sendirian, akan tetapi ditempat keramaian, atau ditengah-tengah suatu majlis. Seandainya yang dimaksud dari hadits ini ialah ia berzikir dengan cara berjama'ah, saya rasa firman-Nya tidak seperti itu bunyinya, akan seperti berikut: Bila ia mengingat-Ku dengan berjama'ah/ ramai-ramai.
Adapun ayat 28 dari surat Al Kahfi, yaitu:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru (berdoa) kepada Tuhannya di waktu pagi dan senja, mengharapkan Wajah Allah (keridhaan-Nya)",

maka untuk memahami maksud ayat ini dengan jelas, mari kita simak bersama keterangan Imamul mufassirin, yaitu Ibnu Jarir At Thabari:
"Allah Ta'ala berfirman kepada Nabinya Muhammad صلی الله عليه وسلم: Bersabarlah engkau wahai Muhammad, bersama sahabat-sahabatmu yang menyeru Tuhannya, di waktu pagi dan senja, yaitu dengan mengingat-Nya dengan ucapan tasbih, tahmid, tahlil, doa, dan amal-amal shaleh lainnya, seperti: shalat-shalat fardhu dan lainnya. Mereka mengharapkan dengan perbuatan itu Wajah-Nya (keridhaan-Nya) dan tidak mengharapkan kepentingan dunia apapun".4.22

Dan pada kesempatan lain, beliau berkata:
"Berdoa (menyeru) kepada Allah, dapat berupa mengagungkan dan memuji Allah dalam bentuk ucapan dan perkataan. Dan doa juga dapat berwujud ibadah kepada-Nya dengan anggota badan, baik itu ibadah yang diwajibkan atas mereka atau lainnya yang berupa amalan sunnah yang menjadikan-Nya ridha, dan pelakunya dikatakan telah beribadah kepada-Nya dengan amalan itu.

Dan sangat dimungkinkan bahwa mereka -orang-orang yang dikatakan menyeru kepada Allah pada waktu pagi dan senja- melakukan semua macam ibadah ini, sehingga Allah mensifati mereka dengan sebutan: orang-orang yang menyeru Allah pada waktu pagi dan senja, karena Allah telah menyebut Al Ibadah dengan sebutan doa, Allah Ta'ala berfirman: "Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk neraka Jahnnam dalam keadaan hina dina". (Ghafir/Al Mukmin: 60).
Inilah maksud dari kata doa dalam ayat 28 surah Al Kahfi, dengan demikian bila kita gabungkan pemahaman ini dengan pemahaman kata zikir, niscaya akan menjadi jelas bahwa tidak sedikitpun ada dalil atau isyarat yang menunjukkan akan disyari'atkannya zikir berjamaah ayat 28 surah Al Kahfi ini.
Apalagi bila kita menggabungkan pemahaman ini dengan pemahaman terhadap hadits berikut:
"Dari Abi Sa'id ia berkata: Suatu saat Rasulullah صلی الله عليه وسلم beri'itikaf di masjid. Beliau mendengar orang-orang saling mengeraskan suara bacaan mereka, maka beliau membuka tabir dan bersabda: Ketahuilah bahwa kalian semua sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah kalian saling mengeraskan dalam bacaan kalian, atau beliau bersabda: (janganlah saling mengeraskan) dalam shalat kalian".4.23
Saya ingin bertanya kepada bapak Kyai: Zikir berjama'ah ala Muhammad Arifin Ilham, bukankan dengan suara yang keras, apalagi dengan menggunakan dua microphone, satu di tangan, dan yang lain diselipkan di kerah bajunya? Bukankah suara yang akan ditimbulkan oleh sound sistem akan terdengar keras sekali? Dan Bukankah suara jama'ah yang mengikuti bacaannya akan semakin menambah keras suara? Apakah ini semua selaras dengan hadits ini??! Buktikan kepada saya dan seluruh kaum muslimin di dunia bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم, atau salah seorang sahabatnya melakukan zikir dengan satu suara, satu bacaan dan dengan suara keras semacam ini?

4.3 Fatwa Ulama' Tentang Zikir Berjama'ah
  1. Imam Syafi'i berkata: "Saya berpendapat bahwa seorang imam dan makmumnya hendaknya mereka berzikir kepada Allah seusai shalat, dan hendaknya mereka merendahkan (memelankan) zikirnya, kecuali bagi seorang imam yang ingin agar para makmumnya belajar (zikir) darinya, maka ia boleh mengeraskan zikirnya, hingga bila ia merasa bahwa mereka telah cukup belajar, ia kembali merendahkannya, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya." (Al Isra': 110).

    Maksud kata -wallahu Ta'ala a'alam- ialah: doa. Laa Tajhar: jangan engkau mengangkat suaramu, wa laa tukhofit: jangan engkau rendahkan hingga engkau sendiri tidak mendengarnya". 4.24


  2. Imam Yahya bin Abil Khair Al 'Imrani As Syafi'i, setelah menyebutkan berbagai riwayat tentang zikir-zikir Rasulullah صلی الله عليه وسلم, ia menyimpulkan: "Riwayat perawi yang meriwayatkan bahwa beliau صلی الله عليه وسلم berdoa dan mengeraskan suaranya, ditafsiri bahwa beliau صلی الله عليه وسلم melakukan hal itu agar para sahabatnya belajar dari beliau. Dan riwayat perawi yang menyebutkan bahwa beliau (seusai shalat) diam sejenak kemudian berdiri dan pergi, ditafsiri bahwa beliau berdoa dengan merendahkan suaranya, sehingga beliau hanya memperdengarkan dirinya sendiri".4.25

  3. Imam An Nawawi berkata: "Ulama' mazhab Syafi'i (ashhabunaa), berkata: Zikir dan doa setelah shalat, disunnahkan untuk dilakukan dengan merendahkan suara, kecuali bila ia seorang imam dan hendak mengajari orang-orang (makmum), maka dibolehkan untuk mengeraskan suaranya, agar mereka belajar darinya, dan bila dirasa mereka telah cukup belajar dan sudah tahu, maka hendaknya ia kembali merendahkannya".4.26

    Dari kedua penjelasan ini jelaslah bahwa zikir itu dilakukan sendiri-sendiri, sehingga yang sunnah ialah dengan cara merendahkan suara, kecuali bila sang imam merasa bahwa jama'ahnya belum bisa berzikir, maka ia dianjurkan untuk mengajari mereka dengan cara mengeraskan suaranya. Dan bila dirasa mereka telah cukup belajar, ia kembali merendahkan suaranya. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa berzikir dengan satu suara dan dikomando oleh satu orang, baik itu seorang imam atau lainnya tidak sesuai dengan sunnah.
    Dan fatwa Imam An Nawawi ini sekaligus memperjelas maksud beliau dari perkataannya yang dinukilkan oleh bapak Kyai Dimyathi. Bahwa pada dasarnya zikir dan doa itu dilakukan dengan cara merendahkan suara, terlebih-lebih tatkala ia melakukan zikir itu sedang berada di tengah-tengah majlis, atau di dalam barisan shaf. Sehingga perkataan beliau dalam kitabnya Al Majmu' menepis kesalah pahaman bapak Kyai Dimyathi. Dengan demikian yang dimaksud dari ucapan Imam An Nawawi berikut ini:
    "Ketahuilah, sebagaimana zikir itu sunnah hukumnya, begitu juga duduk di majlis ahli zikir, karena telah banyak dalil-dalil yang menunjukkan akan itu"4.27

    bukan hanya sekedar majlis orang yang membaca zikir atau wiridan saja, akan tetapi, mencakup pengajian-pengajian, sekolahan-sekolahan agama dll.
    Kemudian pada perkataa Imam An Nawawi di atas tidak didapatkan sedikitpun isyarat yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menghadiri majlis zikir itu melakukan zikir, doa dan wiridannya dengan cara dikomando oleh satu orang, atau dengan membaca satu bacaan atau dengan satu suara.
    Yang ada hanyalah anjuran menghadiri majlis zikir, apapun perwujudan majlis itu, baik majlis itu berupa sekolahan, pengajian, ceramah, seminar, belajar membaca Al Qur'an, mendengarkan orang yang sedang membaca Al Qur'an, atau berzikir dengan sendiri-sendiri, sebagaimanan yang dahulu dilakukan oleh sahabat nabi صلی الله عليه وسلم, atau yang lainnya.
Demikian pula halnya dengan fatwa ulama' lain yang telah dinukilkan ucapannya oleh bapak Kyai Dimyathi. Dan menurut hemat saya, yang menjadikan bapak Dimyathi salah paham terhadap ayat-ayat, hadits-hadits dan perkataan ulama' seputar masalah zikir dan tata-cara pelaksanaannya, ialah karena beliau mengambil dan memahami dalil-dalil dan keterangan ulama dengan separuh-paruh, tidak menyeluruh. Seandainya beliau mengumpulkan seluruh dalil dan berbagai keterangan ulama', kemudian semuanya dipahami secara bersamaan dan sebagian darinya dijadikan alat untuk memahami sebagian yang lain, niscaya -insya Allah- bapak Kyai akan terhindar dari kesalah pahaman.

4.4 Konsekuensi Memvonis Bid'ah Kepada Amaliah Yang Sebenarnya Sunnah
Pada pembahasan ini, saya hanya ingin berkata kepada bapak KH. Drs. Ahmad Dimyathi Badruzzaman, MA. Baca dan renungkanlah kembali tulisan bapak pada pembahasan ini, semoga dapat menjadi pelajaran penting dan pengalaman yang tak terlupakan selama hidup. Kemudian setelah selesai membaca kembali, silahkan bapak membaca dan merenungkan kembali tulisan bapak pada halaman: 40, yaitu ucapan bapak: "Dari hadits yang tidak diragukan kesahihannya ini, begitu jelas dan tegas bahwa shalat tarawih berjama'ah secara terus menerus sebulan penuh dalam bulan Ramadhan itu adalah perbuatan bid'ah, karena tidak dikenal pada zaman Nabi صلی الله عليه وسلم".
Dengan mengucapkan: Subhanallah, inikah bukti dari apa yang dikabarkan oleh sahabat Abdullah bin Mas'ud, dalam ucapannya:
"Bagaimanakah sikapmu, bila kamu telah dilanda oleh suatu fitnah terus menerus, sehingga orang-orang dewasa mencapai usia pikun, dan anak kecil mencapai usia dewasa dalam suasana seperti itu, dan masyarakat telah menganggap fitnah itu sebagai suatu amalan sunnah, sehingga bila fitnah itu diingkari (ditentang), mereka berkata: Amalan sunnah telah dirubah (ditentang)". Dikatakanlah kepadanya: Kapankah yang demikian itu dapat terjadi, wahai Abu Abdirrahman? Beliau menjawab:

"Bila ahli qira'at (bacaan) kalian telah banyak, sedangkan ahli fiqih (pemahaman) dari kalian hanya sedikit, harta kalian telah melimpah, dan orang-orang yang memiliki rasa amanat jumlahnya jarang dijumpai, dan bila kehidupan dunia digapai dengan sarana amalan akhirat (ibadah)".4.28

Zikir berjama'ah telah diklaim sunnah, sedangkan shalat tarawih berjamaah, dan berdoa' tanpa mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah telah diklaim bid'ah.
Banyak orang merasa berang tatkala dikatakan kepadanya: Zikir berjama'ah adalah bid'ah.
Banyak pemuka masyarakat yang kaget tatkala dikatakan bahwa tasawuf adalah bid'ah.
Ya Allah lindungilah kami dan keturunan kami dari fitnah ini, dan tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus.

4.1Agar lebih jelas, silahkan membaca kitab-kitab ushul al fiqih apa saja, pasti anda akan mendapatkan pembahasan dengan tema: Al 'Umum . Sebagai misal: Al Mustasyfa oleh Al Ghozali 3/212-dst, Raudhat An Nadlir , oleh Ibnu Qudamah 2/103-dst, Irsyad Al Fuhul , oleh As Syaukani 1/415-dst.
4.2 Irsyad Al Fuhul , oleh As Syaukani 2/4.
4.3 Riwayat Abu Dawud , 2/33, hadits no: 1309, Ibnu Majah 1/423, hadits no:1335, dan Al Hakim 2/452, hadits no: 3561.
4.4 Mizan Al I'itidal Fi Naqd Al Rijal , oleh Az Zahabi, 5/333, dan Tahzib At Tahzib , oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 8/63.
4.5 As Sunnah oleh Muhammad bin Naser Al Marwazi As Syafi'i hal: 8, dan Tahzib At Tahzib , oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 3/371.
4.6 Al I'ithisham , oleh As Syathibi 1/172.
4.7 Riwayat Imam Muslim 4/2074, hadits no: 2700.
4.8 Riwayat Bukhori 6/2694, hadits no: 2700, dan Muslim 4/2061, hadits no: 6970.
4.9 Riwayat Abu Nu'aim , dalam kitabnya Hilyah Al Auliya': 3/313.
4.10 Al Azkar , oleh Imam An Nawawi 9.
4.11Misalnya: ketika ia membaca dzikir Subhanallah yang artinya "Maha Suci Allah", akan tetapi ia memaksudkan dari bacaan ini: ia memohon perlindungan agar terhindar dari penyakit atau yang serupa.
4.12 Fath Al Bari , oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 11/209, baca juga Subul Al Salam , oleh Muhammad bin Ismail Al Shan'ani 4/390-dst, Tuhfah Al Ahwazi Bi Syarh Jami' At Tirmizi , oleh Al Mubarakfuri 9/222.
4.13 Riwayat Muslim.
4.14 Syarah Shahih Muslim , oleh An Nawawi 17/22.
4.15 Riwayat Muslim 2/933, hadits no:1285.
4.16 Riwayat Ad Darimi , dalam kitab As Sunnan, 1/79, hadits no: 204, riwayat ini hasan atau shahih lighairihi , karena diriwayatkan melalui beberapa jalur.
4.17 Riwayat Bukhori , 3/1272, hadits no: 3266.
4.18 Riwayat Bukhori 6/2590, hadits no: 6653, Muslim 4/2056, hadits no: 2672, dan Ahmad dalam kitab Al Musnad, 4/392.
4.19 Riwayat Ad Darimi 2/564, no: 3493, Ibnu Hibban , 16/168, no:7196, Abdurrazzaq dalam al Mushannaf 2/486, no:4179, dan Abu Nu'aim dalam Hilyah Al Auliya' 1/258.
4.20 Riwayat Ibnu Abi Syibah dalam kitabnya Al Mushannaf 5/290, no: 26191.
4.21 Riwayat Bukhori 6/2694, hadits no: 2700, dan Muslim 4/2061, hadits no: 6970.
4.22 Jami' Al Bayan Fi Ta'wil Aay Al Qur'an , oleh Ibnu Jarir At Thabari 15/234].
4.23 Riwayat Abu Dawud 2/57, hadits no: 1332.
4.24 Al Umm , oleh Imam As Syafi'i 1/127.
4.25 Al Bayan , oleh Yahya bin Abil Khair Al 'Imrani, 2/250.
4.26 Al Majmu' Syarah Al Muhazzab , oleh Imam An Nawawi 3/469.
4.27 Al Azkar , oleh An Nawawi hal: 8.
4.28 Riwayat Ad Darimi 1/75, no: 185, Ibnu Abi Syaibah 7/452, 37156, dan Al Hakim 4/560, no: 8570.

Dengan klik iklan ini berarti antum telah ikut berpartisipasi

loading...