Adab-Adab Ikhtilaf
Salim bin Shalih al-Marfadi
Islam telah
meletakkan sendi-sendi adab yang tinggi bagi seorang muslim yang berjalan
diatas manhaj Sunnah, dalam pergaulannya bersama saudara-saudaranya ketika
berselisih faham dengan mereka dalam masalah-masalah ijtihadiyah. Cukuplah
kiranya, sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, pembawa rahmat dan petunjuk.
"Artinya : Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia". [Diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam 'Adabul Mufrad' dan Imam Ahmad. Lihat 'Silsilah Ash-shahihah
15']
Di antara
adab-adab itu ialah :
[1]. Lapang
Dada Menerima Kritik Yang Sampai Kepada Anda Untuk Membetulkan Kesalahan, Dan
Hendaklah Anda Ketahui Bahwa Ini Adalah Nasehat Yang Dihadiahkan Oleh Saudara
Seiman Anda.
Ketahuilah !
Bahwa penolakan anda terhadap kebenaran dan kemarahan anda karena pembelaan
terhadap diri adalah kesombongan -A'aadzanallah. Nabi صلی الله عليه وسلم telah
bersabda.
"Artinya : Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang
lain". [Hadits Riwayat Muslim]
Banyak
sekali contoh sekitar adab yang mulia ini yang telah dijelaskan oleh para
salafus shalih, dianaaranya adalah :
Kisah yang
diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Bar, beliau berkata : "Banyak orang
telah membawa berita kepada saya, berasal dari Abu Muhammad Qasim bin Ashbagh,
dia berkata : "Ketika saya melakukan perjalanan ke daerah timur, saya
singgah di Qairawan. Disana saya mempelajari hadits Musaddad dari Bakr bin
Hammad. Kemudian saya melakukan perjalanan ke Baghdad dan saya temui banyak
orang (Ulama) disana. Ketika saya pergi (dari Baghdad), saya kembali lagi
kepada Bakr bin Hammad (di Qairawan-red) untuk menyempurnakan belajar hadits
Musaddad.
Suatu hari
saya membacakan hadits Nabi صلی الله عليه وسلم dihadapan beliau (untuk mempelajarinya)
:
"Artinya : Sungguh telah datang
satu kaum dari Muldar yang (Mujtaabin Nimar)"
Beliau (Bakr
bin Hammad) berkata kepadaku "Sesungguhnya yang benar adalah Mujtabits
Tsimar. Aku katakan padanya Mujtaabin Nimar, demikianlah aku membacanya setiap
kali aku membacakannya di hadapan setiap orang yang aku temui di Andalusia dan
Irak"
Beliau
berkata kepadaku : "Karena enngkau pergi ke Irak, maka kini engkau
(berani) menentang aku dan menyombongkan diri dihadapanku ?" Kemudian dia
berkata kepadaku (lagi) : "Ayolah kita bersama-sama bertanya kepada syaikh
itu (menunjuk seorang syaikh yang berada di Masjid), dia punya ilmu dalam hal
seperti ini"
Kami pun
pergi ke syaikh tersebut dan kami menanyainya tentang hal ini.
Beliau
berkata : "Sesungguhnya yang benar adalah [Mujtaabin Nimar]" seperti
yang aku baca. Artinya adalah : Orang-orang yang memakai pakaian, bagian
depannya terbelah, kerah bajunya ada di depan. Nimar adalah bentuk jama' dari
Namrah. Bakr bin Hammad berkata sambil memegangi hidungnya : "Aku tunduk
kepada al-haq, aku tunduk kepada al-haq !" lalu ia pergi. [Mukhtasyar
Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal.123 yang diringkas oleh Syaikh Ahmad bin
Umar al-Mahmashaani]
Saudaraku,
cobalah anda perhatikan -semoga Allah senantiasa menjaga anda- betapa
menakjubkan sikap Adil ini ! Alangkah perlunya kita pada sikap adil seperti
sekarang ! Akan tetapi mana mungkin hal itu terjadi kecuali bagi orang yang
ikhlas niatnya karena Allah سبحانه و تعالى. Inilah dia Imam Malik rahimahullah
(pada masa hidupnya-red) pernah berkata : "Tidak ada sesuatupun yang lebih
sedikit dibandingkan dengan sifat adil pada zaman sekarang ini"
[Mukhtasyar Jaami' Bayanil Ilmi wa Fadlihi, hal . 120 yang diringkas oleh
Syaikh Ahmad bin Umar al-Mahmashaani]
Maka apa
lagi dengan zaman sekarang ini yang sudah demikian berkecamuknya hawa nafsu!!
-Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan-.
[2].
Hendaklah Memilih Ucapan Yang Terbaik Dan Terbagus Dalam Berdiskusi Dengan
Sesama Saudara Muslim.
Allah
berfirman.
"Artinya : Serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia" [Al-Baqarah : 83]
Dari Abu
Darda' رضي الله عنه, bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.
"Artinya : Tidak ada sesuatupun
yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat dibanding akhlaq
yang baik, dan sesungguhnya Allah murka kepada orang yang keji dan jelek
(akhlaqnya)". [Hadits Riwayat Tirmidzi).
[3].
Hendaklah Diskusi Yang Dilakukan Terhadap Saudara Sesama Muslim, Dengan
Cara-Cara Yang Bagus Untuk Menuju Suatu Yang Lebih Lurus.
Yang menjadi
motif dalam berdiskusi hendaklah kebenaran, bukan untuk membela hawa nafsu yang
sering memerintahkan pada kejelekan. Akhlak anda ketika berbicara terletak pada
keikhlasan anda. Jika diskusi (tukar fikiran) sampai ketingkat adu mulut, maka
katakanlah : "salaam/selamat berpisah !" dan bacakanlah kepadanya
sabda Nabi صلی الله عليه وسلم.
"Artinya : Saya adalah pemimpin
di sebuah rumah di pelataran sorga bagi orang yang meninggalkan adu mulut
meskipun ia benar" [Hadits Riwayat Abu Daud dari Abu Umamah al-Bahily]
Al-Hafizh
Ibnu Abdil Bar menyebutkan dari Zakaria bin Yahya yang berkata : "Saya
telah mendengar Al-Ashma'i berkata : "Abdullah bin Hasan berkata : Adu
mulut akan merusak persahabatan yang lama, dan mencerai beraikan ikatan
(persaudaraan) yang kuat, minimal (adu mulut) akan menjadikan mughalabah
(keinginan untuk saling mengalahkan) dan mughalabah adalah sebab terkuat
putusnya ikatan persaudaraan. [Mukhtasyar Jaami' Bayan al-Ilmi wa Fadlihi hal.
278]
Dari Ja'far
bin Auf, dia berkata : saya mendengar Mis'ar berkata kepada Kidam, anaknya :
Kuhadiahkan
buatmu wahai Kidam nasihatku
Dengarlah perkataan bapak yang menyayangimu
Adapun senda gurau dan adu mulut, tinggalkanlah keduanya
Dia adalah dua akhlak yang tak kusuka dimiliki teman
Ku pernah tertimpa keduanya lalu akupun tak menyukainya
Untuk tetangga dekat ataupun buat teman
Dengarlah perkataan bapak yang menyayangimu
Adapun senda gurau dan adu mulut, tinggalkanlah keduanya
Dia adalah dua akhlak yang tak kusuka dimiliki teman
Ku pernah tertimpa keduanya lalu akupun tak menyukainya
Untuk tetangga dekat ataupun buat teman
Para salaf
shalih telah membuat permisalan yang sangat cemerlang tentang etika ikhtilaf
(perselisihan pendapat), diantaranya adalah :
Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Hushain bin Abdurrahman, dia
berkata :
"Saya
berada di tempat Said bin Jubair, lalu ia berkata : "Siapakah diantara
kalian yang melihat bintang jatuh tadi malam ?
Saya jawab : "Saya, tetapi ketahuilah bahwa saya tidak dalam keadaan shalat, saya kena sengat binatang berbisa!".
Sa'id bertanya : "Apa yang kau perbuat ?"
Saya menjawab : "Saya melakukan ruqyah (baca-bacaan sebagai obat)"
Said bertanya : "(Dalil) apakah yang membawamu untuk melakukan itu ?"
Saya jawab : "Sebuah hadits yang diceritakan kepada kami oleh As-Sya'bi".
Sa'id berkata :"Apa yang diceritakan Asy-Sya'bi kepadamu ?"
Saya jawab : "Dia bercerita kepada kami dari Buraidah bin Al-Hushain bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.
Saya jawab : "Saya, tetapi ketahuilah bahwa saya tidak dalam keadaan shalat, saya kena sengat binatang berbisa!".
Sa'id bertanya : "Apa yang kau perbuat ?"
Saya menjawab : "Saya melakukan ruqyah (baca-bacaan sebagai obat)"
Said bertanya : "(Dalil) apakah yang membawamu untuk melakukan itu ?"
Saya jawab : "Sebuah hadits yang diceritakan kepada kami oleh As-Sya'bi".
Sa'id berkata :"Apa yang diceritakan Asy-Sya'bi kepadamu ?"
Saya jawab : "Dia bercerita kepada kami dari Buraidah bin Al-Hushain bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda.
"Artinya : Tidak ada ruqyah
kecuali (pada penyakit yang timbul) dari mata (orang yang dengki) dan bisa
(racun) hewan"
Dia berkata
: "Sungguh bagus orang yang berpedoman pada apa (riwayat) yang ia dengar,
akan tetapi Ibnu Abbas menceritakan kepada kami bahwa .....(sampai akhir
hadits)"
Perhatikanlah
adab mulia yang dimiliki pewaris ilmunya Ibnu Abbas رضي الله عنه ini, ia tidak
memaki Hushain bin Abdurrahman (orang yang berselisih dengannya), bahkan
menganggapnya baik karena Hushain mengamalkan dalil yang ia ketahui. Kemudian
baru setelah itu. Sa'id bin Jubair menjelaskan hal yang lebih utama (untuk
dilakukan) dengan cara yang lembut dan dikuatkan dengan dalil.
Akhirnya
melalui hadits ini kita dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
[1]
Ikhtilaf, meskipun ia sudah menjadi perkara yang ditakdirkan oleh Allah akan
tetapi wajib bagi kita untuk menjauhinya dan tidak punya keinginan untuk
berikhtilaf pada suatu yag boleh selama kita masih ada jalan untuk
menghindarinya.
[2]
Perkara-perkara yang diperbolehkan ijtihad padanya, memiliki beberapa syarat
dan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh ilmu dan keikhlasan bukan diatur oleh
perkiraan dan kemauan hawa nafsu.
[3] Ahlu
Sunnah memiliki manhaj dalam memahami ikhtilaf yang diambil dari Al-Qur'an dan
Sunnah. Diantara adab-adabnya adalah mengikuti akhlak para salaf shalih dalam
pergaulan dengan sesama mereka ketika terjadi ikhtilaf.
[4] Tidak
boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menuduh
saudaranya memisahkan diri dari manhaj Ahlus Sunnah kecuali berdasarkan ilmu
dan keadilan, bukan berdasarkan kebodohan dan kezhaliman.
[5] Tidak
mencampur adukkan antara masalah-masalah ijtihadiyah dengan masalah iftiraq
(perpecahan) demikian juga tidak boleh mencampur-adukkan antara orang yang
membuat bid'ah juz'iyah dengan orang yang meninggalkan sunnah dengan bid'ah
kulliyah.
[Demikianlah,
semoga tulisan terjemahan dari majalah al-Ashalah ini dapat memberikan tambahan
pemahaman kepada pembaca sekalian tentang Fiqh Ikhtilaf atau perbedaan
pendapat]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.